Minggu, 20 Mei 2018

    I'TIKAF

    Beberapa hal yang berkaitan dengan i’tikaf.

    1. Pengertian I’tikaf
    I’tikaf menurut bahasa artinya berdiam diri dan menetap dalam sesuatu. Sedang pengertian i’tikaf menurut istilah dikalangan para ulama terdapat perbedaan. Al-Hanafiyah (ulama Hanafi) berpendapat i’tikaf adalah berdiam diri di masjid yang biasa dipakai untuk melakukan shalat berjama’ah, dan menurut asy-Syafi’iyyah (ulama Syafi’i) i’tikaf artinya berdiam diri di masjid dengan melaksanakan amalan-amalan tertentu dengan niat karena Allah. Majelis Tarjih dan Tajdid dalam buku Tuntunan Ramadhan menjelaskan I’tikaf adalah aktifitas berdiam diri di masjid dalam satu tempo tertentu dengan melakukan amalan-amalan (ibadah-ibadah) tertentu untuk mengharapkan ridha Allah.

    I’tikaf disyariatkan berdasarkan al-Quran dan al-Hadits.

        Al-Qur’an surat al-Baqarah (2): 187.

    … فَاْلآَنَ بَاشِرُوهُنَّ وَابْتَغُوا مَا كَتَبَ اللهُ لَكُمْ وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ اْلأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ اْلأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ ثُمَّ أَتِمُّوا الصِّيَامَ إِلَى اللَّيْلِ وَلاَ تُبَاشِرُوهُنَّ وَأَنْتُمْ عَاكِفُونَ فِي الْمَسَاجِدِ تِلْكَ حُدُودُ اللهِ فَلاَ تَقْرَبُوهَا كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللهُ آَيَاتِهِ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَّقُونَ.

    Artinya:  ...maka sekarang campurilah mereka dan carilah apa yang   ditetapkan Allah untukmu, dan makan minumlah hinggga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam, (tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri’tikaf dalam masjid. Itulah larangan Allah, maka jangan kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, supaya mereka bertaqwa.”
     [QS. al-Baqarah (2):187]

        Hadits riwayat Aisyah ra:
    أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَعْتَكِفُ اْلعَشَرَ اْلأَوَاخِرَ مِنْ رَمَضَانَ حَتَّى تَوَفَّاهُ اللهُ ثُمَّ اعْتَكَفَ أَزْوَاجُهُ مِنْ بَعْدِهِ. [رواه مسلم]


    Artinya: “Bahwa Nabi saw melakukan i’tikaf pada hari kesepuluh terakhir dari bulan Ramadhan, (beliau melakukannya) sejak datang di Madinah sampai beliau wafat, kemudian istri-istri beliau melakukan i’tikaf setelah beliau wafat.”
     [HR. Muslim]

    2. Waktu Pelaksanaan I’tikaf
    I’tikaf sangat dianjurkan dilaksanakan setiap waktu di bulan Ramadhan. Di kalangan para ulama terdapat perbedaan tentang waktu pelaksanaan i’tikaf, apakah dilaksanakan selama sehari semalam (24 jam) atau boleh dilaksanakan dalam beberapa waktu (saat). Al-Hanafiyah berpendapat bahwa i’tikaf dapat dilaksanakan pada waktu yang sebentar tapi tidak ditentukan batasan lamanya, sedang menurut al-Malikiyah i’tikaf dilaksanakan dalam waktu minimal satu malam satu hari.
    Dengan memperhatikan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa i’tikaf dapat dilaksanakan dalam beberapa waktu tertentu, misal dalam waktu 1 jam, 2 jam, 3 jam dan seterusnya, dan boleh juga dilaksanakan dalam waktu sehari semalam (24 jam).

    3. Tempat Pelaksanaan I’tikaf
    Di dalam al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 187 dijelaskan bahwa i’tikaf dilaksanakan di masjid. Di kalangan para ulama ada pebedaan pendapat tentang masjid yang dapat digunakan untuk pelaksanaan i’tikaf, apakah masjid jami’ atau masjid lainnya. Sebagian berpendapat bahwa masjid yang dapat dipakai untuk pelaksanaan i’tikaf adalah masjid yang memiliki imam dan muadzin khusus, baik masjid tersebut digunakan untuk pelaksanaan salat lima waktu atau tidak. Hal ini sebagaimana dipegang oleh al-Hanafiyah (ulama Hanafi). Sedang pendapat yang lain mengatakan bahwa i’tikaf hanya dapat dilaksanakan di masjid yang biasa dipakai untuk melaksanakan salat jama’ah. Pendapat ini dipegang oleh al-Hanabilah (ulama Hambali).
    Menurut hemat kami masjid yang dapat dipakai untuk melaksanakan i’tikaf sangat diutamakan masjid jami (masjid yang biasa digunakan untuk melaksanakan salat Jum’at) , dan tidak mengapa i’tikaf dilaksanakan di masjid biasa.

    4. Syarat-syarat I’tikaf
    Untuk sahnya i’tikaf diperlukan beberapa syarat, yaitu;
    a. Orang yang melaksanakan i’tikaf beragama Islam
    b. Orang yang melaksanakan i’tikaf sudah baligh, baik laki-laki maupun perempuan
    c. I’tikaf dilaksanakan di masjid, baik masjid jami’ maupun masjid biasa
    d. Orang yang akan melaksanakan i’tikaf  hendaklah memiliki niat i’tikaf
    e. Orang yang beri’tikaf tidak disyaratkan puasa. Artinya orang yang tidak berpuasa boleh melakukan i’tikaf

    5. Hal-hal yang Perlu mendapat perhatian bagi orang yang beri’tikaf
    Para  ulama sepakat bahwa orang yang melakukan i’tikaf harus tetap berada di dalam masjid tidak keluar dari masjid. Namun demikian bagi mu’takif (orang yang melaksanakan i’tikaf) boleh keluar dari masjid karena beberapa alasan yang dibenarkan, yaitu;
    a. karena ’udzrin syar’iyyin (alasan syar’i), seperti melaksanakan salat Jum’at
    b. karena hajah thabi’iyyah (keperluan hajat manusia) baik yang bersifat naluri maupun yang bukan naluri, seperti buang air besar, kecil, mandi janabah dan lainnya.
    c. Karena sesuatu yang sangat darurat, seperti ketika bangunan masjid runtuh dan lainnya.

    6. Amalan-amalan yang dapat dilaksanakan selama I’tikaf
    Dengan memperhatikan beberapa ayat dan hadis Nabi Saw., ada beberapa amalan (ibadah) yang dapat dilaksanakan oleh orang yang melaksanakan i’tikaf, yaitu;
    a. Melaksanakan salat sunat, seperti salat tahiyatul masjid, salat lail dan lain-lain
    b. Membaca al-Qur’an dan tadarus al-Qur’an
    c. Berdzikir dan berdo’a
    d. Membaca buku-buku agama

    Dengan memperhatikan keterangan di atas, maka apa yang ditanyakan bapak Hamka Ma’ruf Kastolani seperti lampu masjid harus redup dalam rangka kekhusyu’an beri’tikaf, bukan sesuatu yang harus dilaksanakan ketika i’tikaf  karena tidak ada dalil khusus yang menjelaskan tentang hal tersebut.
    Wallahu a’lam bish shawab. *A.56h)

    Berdo'a untuk yang sudah meninggal

    Doa untuk orang yang sudah meninggal / Pic source : belajar-tobat
    Kehidupan di dunia ini sangatlah singkat adanya, dalam sebuah literatur dikatakan bahwa kehidupan sejatinya hanyalah seperti perjalanan panjang.

    Dan menumpang berteduh di bawah pohon sebentar itulah makna kehidupan sebenarnya.

    Sehingga masih ada kehidupan lain yang lebih lama dan panjang dari kehidupan di dunia ini.

    Also read : Cara Mengerjakan Shalat dan Doa Taubat Nasuha Lengkap dalam Bahasa Arab dan Latin

    Ada beberapa fase saat seseorang mengarungi samudera kehidupan, dan pastilah semua makhluk akan mengalami hal tersebut.

    Mulai dari alam yang pertama yakni alam kandungan, kemudian alam yang sekarang ini kita rasakan, dan pada akhirnya nanti sampai pada alam kematian.

    Kemudian setelahnya ada alam akhirat yang kekal dan abadi.

    Berbicara mengenai alam akhirat, sebelum itu semua manusia pastilah akan mengalami kematian dan masuk ke dalam alam barzah, dengan hanya ditemani oleh doa orang meninggal oleh sanak keluarga.

    Apa itu alam barzah?

    Alam Barzah atau Alam Sesudah Hidup dalam Islam
    Kehidupan setelah hidup di dunia ini, mempunyai gambaran di mana ruh manusia telah terpisah dari jasad-nya.

    Ruh manusia ini akan mengalami siksaan atau kenikmatan di alam penantian di kubur sampai menjelang datangnya hari akhir.

    Hanya amalan baik yang mampu menemani kita saat berada di dalamnya, pun dengan bacaan doa untuk orang yang sudah meninggal dunia dari keluarga kita.

    Rasulullah saw. pernah bersabda yang artinya sebagai berikut.

    "Adapun hamba yang mukmin, apabila telah putus dari dunia untuk mendatangi akhirat, maka akan turun malaikat dari langit, berwajah putih bagaikan matahari, membawa kafan dari kafan surga, dan wewangian, pengawet kerusakan.

    Kemudian mereka akan duduk dan datanglah malaikat maut mendatanginya. Malaikat duduk di dekat kepalanya seraya berkata:

    "Wahai ruh yang baik, keluarlah menuju ampunan Allah dan keridhaan-Nya".

    Maka ruh itu akan keluar bagaikan mengalirnya air dari tempat minum.

    Adapun orang kafir, ketika mereka akan meninggal, datanglah malaikat yang berwujud hitam, seraya berkata:

    "Hai jiwa yang jahat keluarlah engkau ke arah murka Allah". Kemudian dicabut ruh mereka dengan kasar.

    Naudzubillah, sungguhlah gambaran tentang alam kubur tersebut sangat tak bisa diungkapkan. Apabila ruh tersebut mukmin maka bahagialah ia di sana, namun jika sebaliknya, maka hanya ridha dan ampunan Allah SWT yang bisa menyelamatkannya.

    Selain itu, untuk menghindarkan seseorang yang telah tiada dari siksaan kubur, bisa dibacakan doa orang meninggal sesuai sunnah.

    Sehingga amalan akan tetap mengalir dan berharap doa baik tersebut bisa diterima di sana.

    Mengenai doa orang meninggal islami, seperti apakah doa yang dianjurkan untuk seseorang yang masih hidup dan ingin mendoakan mereka yang telah meninggal dunia?

    Doa untuk Orang yang Sudah Meninggal Dunia
    Doa untuk orang yang sudah meninggal / Pic source : akidahislam

    Ketika seseorang telah dikebumikan, maka terputuslah semua amalannya dan hanya tabungan amal yang lalulah yang bisa menyelamatkan ia di alam berikutnya.

    Terkecuali jika masih ada yang mendoakan demi kebaikan dirinya di sana. Salah satunya adalah dengan rutin beramal atas namanya dan memperbanyak membaca doa untuk orang yang sudah meninggal dunia.

    Semisal saja jika kita telah mempunyai keluarga yang telag berpulang, entah itu saudara, keponakan, atau bahkan orang tua.

    Maka cara yang paling tepat adalah dengan sesering mungkin memberikan doa untuk orang tua yang sudah meninggal dunia.

    Berikut beberapa doa yang bisa diamalkan untuk mereka yang telah tiada.

    Doa ketika mendengar orang meninggal
    Apabila kita mendengar kabar tentang kematian seseorang, maka berikut bacaan doa yang sebaiknya dibaca:
    إنَّا ِللهِ وإنَّا إلَيْهِ رَاجِعُوْن وَإِنَّا إليَ رَبِّنِا َلمُنْقَلِبُون
    الَلهُمَّ اكْتُبْهُ عِنْدَكَ ِفي اُلمحِسنِينِ وِاجْعَلْ ِكتابَهُ ِفي ِعلّيِّين
    وَاْخلُفْهُ في أَهْلِهِ في الغَابِرين
    وَلا تحَرِْمْنا أَجْرَهُ وَلاَ تَفْتِنَّا بَعْدَهُ

    Innalillahi wa inna ilaihi raji'un wa inna ila rabbina lamunqalibun

    Allahumma uktubhu 'indaka fil muhsinin waj'al kitabahu fi 'illiyyin

    wakhlufhu fi ahlihi fil ghabirin

    wala tahrimna ajrahu wala taftinna ba'dahu

    Artinya:

    Sesungguhnya kami milik Allah dan kepadaNya kami kembali dan kepada Tuhan kami semua akan kembali.

    Ya Allah! Tulislah dia (yang meninggal dunia) termasuk golongan orang-orang yang berbuat kebaikan di sisi Engkau dan jadikanlah tulisannya itu dalam tungkatan yang tinggi serta gantilah ahlinya dengan golongan orang-orang yang pergi dengan ketaatan PadaMu

    Catatan: Doa di atas untuk mayit laki-laki. Untuk jenazah perempuan ganti kata "hu" menjadi "ha". Contoh "اكْتُبْهُ" menjadi "اكْتُبْهَا"

    Atau bisa dipendekkan seperti ini,
    إنا لله وإنا إليه راجعون اللهم أجرني في مصيبتي واخلف لي خيرا منها

    Inna lillahi wa inna ilaihi rojiun. Allhumma ajirni fi musibati wakhluf li khoiron minha

    Artinya:

    Sesungguhnya kami milik Allah dan kepadaNya kami kembali. Ya Allah berilah kami pahala atas musibah ini dan gantilah bagiku yang lebih baik dari musibah ini.

    Doa ziarah kubur
    Banyak yang masih belum mengerti bagaimana cara cara kirim doa orang meninggal.

    Saat ziarah ke kuburan, Rasulullah menganjurkan untuk membaca bacaan doa berikut:

    - Doa ziarah ke pemakaman umum (dari hadits riwayat Muslim)
    السلام عليكم أهل الديار من المؤمنين والمسلمين، وإنا إن شاء الله تعالى بكم لاحقون، نسأل الله لنا ولكم العافية

    Assalamualaikum Ahladdiyar minal mukminin walmuslimin. Wa inna insyaAllah taala bikum lahiqun. Nas'alullaha lana walakum al-afiyah

    Artinya: Assalamualaikum wahai Ahli Kubur yang muslim dan mukmin. InsyaAllah kami akan bertemua kalian. Kami meminta Allah agar kami dan kalian diberi kesehatan.

    Atau doa berikut (dari hadits riwayat Tirmidzi:

    السلام عليكم يا أهل القبور، يغفر الله لنا ولكم، أنتم سلفنا ونحن بالأثر

    Assalamualaikum Ya Ahlal Qubur. Yaghfirullaha lana walakum. Antum salafuna wanahnu bilatsar
    Artinya: Assalamualaikum wahai Ahli Kubur. Semoa Allah mengampuni kami dan kalian. Kalian pendahulu kami. Kami akan menyusul.

    Nah, itulah beberapa doa untuk orang yang meninggal bahasa arab, latin, dan artinya.

    Semoga bisa bermanfaat dan mampu meringankan beban keluarga atau kerabat yang telah mendahului kita.

    KAJIAN FIQIH KITAB SHALAT

    KITAB SHALAT

    1.  Awal waktu Zuhur adalah tergelincirnya matahari.
    2.  Akhir waktunya apabila bayang-bayang sesuatu selain fa’i zawal telah sama dengan panjang bendanya(Akhir waktu Zuhur dan permulaan waktu Ashar adalah ketika bayangan benda sama dengan bendanya ditambah bayangan matahari di tengah langit. Untuk mengetahui fa’i zawal , maka suruhlah seorang berdiri kemudian awasi bayangan sebelum tergelincir matahari, bayangan tersebut akan surut hingga berhenti. Apabila bayangan bertambah panjang dari arah lain saat tergelincir matahari (zawal asy-Syams), maka sisa bayangan sebelum pertambahan panjang tersebut adalah fa’i zawal. Hitunglah bayangan tersebut ditambah bayangan yang sama dengan benda aslinya agar mengetahui akhir waktu Zuhur dan awal waktu Ashar.)
    3.  Itulah (akhir waktu Zuhur) awal waktu Ashar.
    4.  Akhir waktunya (Ashar) adalah selama matahari masih putih bersih (sebelum tenggelam).
    5.  Awal waktu Maghrib adalah terbenamnya matahari.
    6.  Akhir waktunya adalah hilangnya syafaq (teja) merah.
    7.  Itulah awal waktu Isya’.
    8.  Akhir waktunya adalah pertengahan malam.
    9.  Awal waktu Shubuh adalah apabila terbit fajar.
    10.  Dan akhirnya adalah terbit matahari.
    11.  Orang yang tertidur dari shalatnya atau lupa, maka waktunya adalah ketika ia terjaga atau ingat.
    12.  Orang yang mendapat uzur dan mendapatkan satu rakaat shalat (kemudian habis waktunya), maka dia telah mendapatkan shalat.
    13.    Shalat tepat waktu adalah wajib.
    14.    Melakukan shalat jamak karena uzur adalah boleh.
    15.    Orang yang tayamum dan orang yang kurang (tidak bisa sempurna) shalatnya dan bersucinya, mereka shalat seperti yang lainnya tanpa ditunda.
    16.    Waktu-waktu makruh untuk shalat:
    a)    Setelah Shubuh sampai matahari naik sepenggalah.
    b)    Ketika zawal (matahari berada di tengah langit).
    c)    Setelah Ashar sampai tenggelam matahari.

    Bab Adzan
    1.  Disyariatkan kepada penduduk setiap negeri untuk:
    a)    Mengangkat satu orang (atau lebih) sebagai muadzdzin.
    b)    Adzan dengan lafazh adzan yang sudah disyariatkan.
    c)    Dilakukan setelah masuk waktu shalat.
    2.    Disyariatkan bagi setiap orang yang mendengar adzan untuk menjawab muadzdzin.

    3.  Kemudian disyariatkan iqamah dengan cara dan lafazh yang telah ditentukan.

    4.  Wajib bagi orang yang shalat untuk:
    a)    Membersihkan baju, badan dan tempat shalatnya dari najis.
    b)    Menutup auratnya.
    c)    Tidak menyelimuti seluruh badannya dengan satu baju(Istimalu ash-shamma’ maksudnya menyelimuti seluruh badannya dengan pakaian, tidak mengangkat ujungnya dan tidak membiarkan tempat untuk keluar tangannya )
    d)    Tidak sadal(Sadal yaitu seseorang memanjangkan pakaiannya tanpa memendekkan ujung tangannya, tetapi dia melipatnya dan memasukkan tangannya . Ibnul Atsir berkata, “Dia berselimut dengan pakaiannya dan memasukkan tangannya dari dalam kemudian dia ruku’ dalam keadaan demikian.” Atau dikatakan bahwasanya seorang menaruh sarung di atas kepalanya dan membiarkan ujungnya terjulur ke kanan dan ke kiri dengan tidak menaruhnya di bawah ketiaknya.’ (Nihayah). )
    e)    Tidak isbal (memanjangkan sarung atau kainnya di bawah kedua mata kaki).
    f)    Tidak boleh shalat dengan baju:
    -    Yang terbuat dari sutera.
    -    Pakaian popularitas.
    -    Hasil curian.
    g)    Wajib menghadap Ka’bah apabila dia melihatnya secara langsung atau sama dengan hukum melihat. Sementara orang yang tidak bisa melihat Ka’bah dia menghadap kepada arah ka’bah setelah melakukan penelitian.

    Bab Tata Cara Shalat

    1.    Shalat tidak sesuai syariat (tidak sah) kecuali dengan niat.
    2.    Semua rukun-rukunnya adalah fardhu kecuali:
    3.    Duduk tasyhud awal.
    4.    Duduk istirahat(Duduk istirahat adalah duduk sejenak seukuran kembalinya setiap anggota badan ke tempat aslinya. Ia dilakukan setelah bangun dari sujud kedua pada rakaat pertama dan ketiga (dalam shalat yang empat rakaat, penj)

    5.    Rukun-rukunnya tidak wajib kecuali:
    6.    Takbiratul Ihram.
    7.    Membaca al-Fatihah pada setiap rakaat sekalipun dia menjadi makmum.
    8.    Tasyahhud (Tahiyat) akhir
    9.    Salam.

    10.    Selain dari itu adalah sunnah, yaitu:
    11.    Mengangkat tangan pada empat tempat; ketika takbiratul ihram, ruku’, I’tidal, dan bangun dari tasyahud awal.
    12.    Menaruh tangan kanan di atas tangan kiri ketika berdiri (di dada).
    13.    Membaca doa iftitah setelah takbiratul ihram.
    14.    Membaca Audzubillah.
    15.    Ta’min (membaca Amin).
    16.    Membaca surat selain surat al-Fatihah.
    17.    Bacaan tasyahud awal.
    18.    Duduk istirahat
    19.    Membaca dzikir (doa) yang disyariatkan pada setiap rukun.
    20.    Memperbanyak doa untuk kebaikan dunia dan akhirat dengan doa yang telah ada riwayatnya atau yang tidak ada riwayatnya.
    21.    Pasal Hal-Hal yang Membatalkan Shalat
    22.    Shalat menjadi batal dengan:
    23.    Berbicara.
    24.    Disibukkan dengan melakukan sesuatu di luar perbuatan shalat.
    25.    Meninggalkan syarat atau rukun shalat dengan sengaja.
    26.    Pasal Orang yang Boleh Tidak Shalat dan
    27.    Shalat Orang Sakit
    28.    Shalat tidak wajib selain kepada mukallaf.
    29.    Shalat gugur kepada orang yang:
    30.    Tidak bisa lagi shalat dengan isyarat.
    31.    Pingsan sehingga keluar dari waktunya.
    32.    Orang sakit shalat dengan berdiri. Apabila tidak bisa, maka dengan duduk kemudian dengan berbaring.


    Bab Shalat–Shalat Sunnah
    1.    Yaitu:
    a)    4 rakaat sebelum Zuhur.
    b)    4 rakaat sesudahnya.
    c)    4 rakaat sebelum Ashar.
    d)    2 rakaat setelah Maghrib.
    e)    2 rakaat setelah Isya’.
    f)    2 rakaat sebelum Shubuh.
    g)    Shalat Dhuha.
    h)    Shalat malam, maksimal 13 rakaat dengan witir di akhirnya.
    i)    Shalat Tahiyatul masjid.
    j)    Shalat Istikharah.
    k)    Dua rakaat antara dua adzan.

    Bab Shalat Berjamaah
    1.    Shalat berjamaah termasuk sunnah yang paling ditekankan.
    2.    Bisa dilakukan minimal oleh dua orang.
    3.    Semakin banyak orang yang berjamaah, maka semakin banyak pahalanya.
    4.    Boleh shalat berjamaah di belakang orang yang lebih rendah kedudukannya.
    5.    Paling utama imam itu termasuk orang yang shalih.
    6.    Lelaki mengimami wanita dan tidak boleh sebaliknya.
    7.    Boleh shalat wajib bermakmum pada orang yang sedang shalat sunah dan sebaliknya.
    8.    Wajib mengikuti imam kecuali dalam hal yang membatalkan.
    9.    Tidak boleh seorang mengimami orang-orang yang benci kepadanya.
    10.    Imam melakukan shalat seukuran orang yang paling lemah di antara mereka.
    11.    Didahulukan; penguasa, pemilik rumah, paling banyak hafalan, paling tinggi ilmunya kemudian paling tua (untuk menjadi imam).
    12.    Apabila shalat imam salah, maka dosanya ditanggung dirinya, bukan ditanggung makmum.
    13.    Tempat makmum adalah di belakang imam, kecuali satu orang maka dia berdiri di sebelah kanannya.
    14.    Imam sesama kaum wanita berada di tengah-tengah shaf (barisan).
    15.    Mendahulukan; barisan lelaki dewasa, lalu anak, kemudian perempuan.
    16.    Orang yang paling berhak untuk berada di barisan pertama adalah mereka yang paling dewasa dan paling mengerti.
    17.    Makmum wajib:
    18.    Meluruskan barisan mereka.
    19.    Menutup celah-celah (merapatkan) barisan.
    20.    Menyempurnakan barisan pertama, kemudian berikutnya dan selanjutnya.

    Bab Sujud Sahwi
    1.    Sujud sahwi adalah dua sujud yang dilakukan sebelum salam atau setelahnya dengan takbiratul ihram, tasyahud kemudian salam.

    2.    Disyariatkan sujud sahwi karena:
    a)    Meninggalkan yang sunnah.
    b)    Adanya kelebihan walaupun satu rakaat secara sengaja.
    c)    Ragu pada jumlah bilangan.
    3.    Apabila imam melakukan sujud sahwi, maka makmum wajib mengikutinya.

    Bab Mengganti Shalat-Shalat yang Tertinggal

    1.    Apabila ditinggalkan dengan sengaja bukan karena udzur, maka hutang Allah Subhanahu waTa’ala lebih utama untuk dibayar (wajib diqadha).
    2.    Jika meninggalkan karena udzur, maka tidak wajib diqadha’, namun dilakukan setelah hilangnya uzur.
    3.    Kecuali shalat hari raya, maka dilakukan pada hari berikutnya.

    Bab Shalat Jumat
    1.    Shalat Jumat wajib atas setiap mukallaf, kecuali:
    a)    Wanita.
    b)    Hamba sahaya.
    c)    Musafir.
    d)    Orang sakit.
    2.    Shalat Jumat sama dengan shalat-shalat yang lainnya, tidak berbeda dengannya kecuali disyariatkan dua khutbah sebelum shalat Jumat.
    3.    Waktunya sama dengan waktu Zuhur.
    4.    Bagi orang yang melaksanakan shalat Jumat untuk:
    a)    Tidak melangkahi pundak orang lain.
    b)    Menyimak dengan baik ketika disampaikan dua khutbah.
    5.    Disunahkan untuk:
    a)    Segera berangkat ke masjid.
    b)    Memakai wewangian.
    c)    Berhias.
    d)    Mendekat dengan imam.
    6.    Barangsiapa yang mendapatkan satu rakaat (kemudian imam salam), maka dia telah mendapatkan shalat Jumat.
    7.    Shalat Jumat yang bertepatan dengan hari raya adalah rukhsah.

    Bab Shalat Dua Hari Raya
    1.    Shalat dua hari raya adalah dua rakaat.
    2.    Pada rakaat pertama membaca takbir tujuh kali sebelum membaca al-Fatihah.
    3.    Kemudian pada rakaat kedua lima kali takbir juga sebelum baca al-Fatihah.
    4.    Menyampaikan khutbah setelahnya.
    5.    Disunahkan untuk:
    a)    Berhias.
    b)    Dilakukan di luar kampong.
    c)    Berbeda jalan (pulang dan pergi).
    d)    Makan sebelum keluar untuk shalat Idul Fithri dan tidak makan sebelum shalat hari raya adha.
    6.    Waktunya setelah matahari meninggi seukuran satu tombak hingga matahari berada di tengah langit (zawal).
    7.    Tidak ada adzan dan iqamah di dalamnya.


    Bab Shalat Khauf

    1.    Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam telah melakukannya dengan berbagai cara.
    2.    Semua (cara tersebut) adalah boleh (sah).
    3.    Apabila sedang sangat ketakutan atau ketika perang berkecamuk, maka boleh dilakukan dengan berjalan atau naik kendaraan, sekalipun tidak menghadap ke arah kiblat atau dengan isyarat.

    Bab Shalat Shafar
    1.    Wajib mengqashar shalat bagi orang yang telah keluar dari daerahnya dengan maksud musafir sekalipun kurang dari satu barid.
    2.    Apabila menetap di sebuah tempat dengan tidak pasti (kapan berakhirnya) maka dia melakukan qashar selama 20 hari, setelah itu dia melakukan shalat dengan sempurna.
    3.    Apabila telah bertekad untuk tinggal, maka dia menyempurnakan shalatnya setelah empat hari.
    4.    Dia boleh melakukan jamak takdim atau ta’khir dengan satu adzan dan dua iqamah.

    Bab Shalat Dua Gerhana
    1.    Shalat dua gerhana adalah sunah.
    2.    Pelaksanaannya yang paling shahih adalah dua rakaat.
    3.    Pada setiap rakaat ; dua ruku’ dan disebutkan juga tiga, empat dan lima kali ruku’.
    4.    Membaca pada setiap antara dua ruku’ apa yang mudah dari al-Qur’an.
    5.    Dan disebutkan juga pada setiap rakaat satu ruku’.
    6.    Disunahkan untuk:
    a)    Berdoa.
    b)    Bertakbir.
    c)    Memberikan sedekah.
    d)    Istighfar.


    Bab Shalat Istisqa
    1.    Shalat istisqa (meminta hujan) disunahkan ketika terjadi kemarau dan dilaksanakan dua rakaat.
    2.    Setelah shalat disampaikan khutbah yang berisi peringatan, motivasi untuk taat dan larangan bermaksiat.
    3.    Hendaknya imam dan orang-orang yang bersamanya memperbanyak:
    a)    Istighfar.
    b)    Berdoa agar dihentikan (oleh Allah Subhanahu waTa’ala) dari kemarau panjang.
    4.    Semua hadirin membalikkan selendangnya masing-masing.

    Sabtu, 19 Mei 2018

    Jenis-Jenis Wakaf

    I  . Berdasarkan Peruntukan
    • Wakaf ahli (wakaf Dzurri/wakaf ’alal aulad) yaitu wakaf yang diperuntukkan bagi kepentingan dan jaminan sosial dalam lingkungan keluarga, dan lingkungan kerabat sendiri.
    • Wakaf Khairi (kebajikan) adalah wakaf yang secara tegas untuk kepentingan agama (keagamaan) atau kemasyarakatan (kebajikan umum).


    II . Berdasarkan Jenis Harta

    1. Benda tidak bergerak:

    • Hak atas tanah : hak milik, strata title, HGB/HGU/HP
    • Bangunan atau bagian bangunan atau satuan rumah susun
    • Tanaman dan benda lain yang berkaitan dengan tanah


    2. Benda tidak bergerak lain

     - Benda bergerak selain uang, terdiri dari:
    • Benda dapat berpindah
    • Benda dapat dihabiskan dan yang tidak dapat dihabiskan
    • Air dan Bahan Bakar Minyak
    • Benda bergerak karena sifatnya yang dapat diwakafkan
    • Benda bergerak selain uang
    • Surat berharga
    • Hak Atas Kekayaan Intelektual:
    • Hak atas benda bergerak lainnya

     - Benda bergerak berupa uang (Wakaf tunai, cash waqf)


    III. Berdasarkan Waktu:
    • Muabbad , wakaf yang diberikan untuk selamanya
    • Mu’aqqot, wakaf yang diberikan dalam jangka waktu tertentu

    IV. Berdasarkan penggunaan harta yang diwakafkan
    • Ubasyir/dzati; harta wakaf yang menghasilkan pelayanan masyarakat dan bisa digunakan secara langsung seperti madrasah dan rumah sakit) .
    • Mistitsmary, yaitu harta wakaf yang ditujukan untuk penanaman modal dalam produksi barang-barang dan pelayanan yang dibolehkan syara’ dalam bentuk apapun kemudian hasilnya diwakafkan sesuai keinginan pewakaf.

    Pengertian Wakaf

    Pengertian Wakaf

    • Wakaf adalah Sedekah Jariyah, yakni menyedekahkan harta kita untuk kepentingan ummat. Harta Wakaf tidak boleh berkurang nilainya, tidak boleh dijual dan tidak boleh diwariskan. Karena wakaf pada hakikatnya adalah menyerahkan kepemilikan harta manusia menjadi milik Allah atas nama ummat.

    Dasar Hukum Wakaf

    I.  Berdasarkan Al-Qur’an & Sunnah
    Di antara hadis yang menjadi dasar dan dalil wakaf adalah hadis yang menceritakan tentang kisah Umar bin al-Khaththab ketika memperoleh tanah di Khaibar. Setelah ia meminta petunjuk Nabi tentang tanah tersebut, Nabi menganjurkan untuk menahan asal tanah dan menyedekahkan hasilnya.

    Hadis tentang hal ini secara lengkap adalah; 
    “Umar memperoleh tanah di Khaibar, lalu dia bertanya kepada Nabi dengan berkata; Wahai Rasulullah, saya telah memperoleh tanah di Khaibar yang nilainya tinggi dan tidak pernah saya peroleh yang lebih tinggi nilainya dari padanya. Apa yang baginda perintahkan kepada saya untuk melakukannya? Sabda Rasulullah: “Kalau kamu mau, tahan sumbernya dan sedekahkan manfaat atau faedahnya.” Lalu Umar menyedekahkannya, ia tidak boleh dijual, diberikan, atau dijadikan wariskan. Umar menyedekahkan kepada fakir miskin, untuk keluarga, untuk memerdekakan budak, untuk orang yang berperang di jalan Allah, orang musafir dan para tamu. 
    Bagaimanapun ia boleh digunakan dengan cara yang sesuai oleh pihak yang mengurusnya, seperti memakan atau memberi makan kawan tanpa menjadikannya sebagai sumber pendapatan.”

    Hadis lain yang menjelaskan wakaf adalah hadis yang diceritakan oleh imam Muslim dari Abu Hurairah. Nas hadis tersebut adalah; 

    “Apabila seorang manusia itu meninggal dunia, maka terputuslah amal perbuatannya kecuali dari tiga sumber, yaitu sedekah jariah (wakaf), ilmu pengetahuan yang bisa diambil manfaatnya, dan anak soleh yang mendoakannya.”

    II. Berdasarkan Hukum Positif
    Peraturan Pemerintah nomor 42 tahun 2006 tentang Pelaksanaan Undang-undang nomor 41 tahun 2004.

    Syarat-syarat Wakaf
    Syarat-syarat orang yang berwakaf (al-waqif): 
    Syarat-syarat al-waqif ada empat, 
    1. Orang yang berwakaf ini mestilah memiliki secara penuh harta itu, artinya dia merdeka untuk mewakafkan harta itu kepada sesiapa yang ia kehendaki. 
    2. Dia mestilah orang yang berakal, tak sah wakaf orang bodoh, orang gila, atau orang yang sedang mabuk. 
    3. Dia mestilah baligh. Dan 
    4. Dia mestilah orang yang mampu bertindak secara hukum (rasyid). Implikasinya orang bodoh, orang yang sedang muflis dan orang lemah ingatan tidak sah mewakafkan hartanya.


    Syarat-syarat harta yang diwakafkan (al-mauquf): 
    Harta yang diwakafkan itu tidak sah dipindahmilikkan, kecuali apabila ia memenuhi beberapa persyaratan yang ditentukan oleh ah; 
    1. Barang yang diwakafkan itu mestilah barang yang berharga 
    2. Harta yang diwakafkan itu mestilah diketahui kadarnya. Jadi apabila harta itu tidak diketahui jumlahnya (majhul), maka pengalihan milik pada ketika itu tidak sah. 
    3. Harta yang diwakafkan itu pasti dimiliki oleh orang yang berwakaf (wakif). 
    4. Harta itu mestilah berdiri sendiri, tidak melekat kepada harta lain (mufarrazan) atau disebut juga dengan istilah (ghaira shai’).


    Syarat-syarat orang yang menerima manfaat wakaf (al-mauquf alaih): 
    Dari segi klasifikasinya orang yang menerima wakaf ini ada dua macam, 
    1. Tertentu (mu’ayyan) 
    2. dan tidak tertentu (ghaira mu’ayyan). 


    • Yang dimasudkan dengan tertentu ialah, jelas orang yang menerima wakaf itu, apakah seorang, dua orang atau satu kumpulan yang semuanya tertentu dan tidak boleh dirubah. 
    • Sedangkan yang tidak tentu maksudnya tempat berwakaf itu tidak ditentukan secara terperinci, umpamanya seseorang sesorang untuk orang fakir, miskin, tempat ibadah, dll. 


    • Persyaratan bagi orang yang menerima wakaf tertentu ini (al-mawquf mu’ayyan) bahwa ia mestilah orang yang boleh untuk memiliki harta (ahlan li al-tamlik), Maka orang muslim, merdeka dan kafir zimmi yang memenuhi syarat ini boleh memiliki harta wakaf. Adapun orang bodoh, hamba sahaya, dan orang gila tidak sah menerima wakaf. 
    • Syarat-syarat yang berkaitan dengan ghaira mu’ayyan; pertama ialah bahwa yang akan menerima wakaf itu mestilah dapat menjadikan wakaf itu untuk kebaikan yang dengannya dapat mendekatkan diri kepada Allah. Dan wakaf ini hanya ditujukan untuk kepentingan Islam saja.


    Syarat-syarat Shigah Berkaitan dengan isi ucapan (sighah) perlu ada beberapa syarat: 
    1. Pertama, ucapan itu mestilah mengandungi kata-kata yang menunjukKan kekalnya (ta’bid). Tidak sah wakaf kalau ucapan dengan batas waktu tertentu. 
    2. Kedua, ucapan itu dapat direalisasikan segera (tanjiz), tanpa disangkutkan atau digantungkan kepada syarat tertentu. 
    3. Ketiga, ucapan itu bersifat pasti. 
    4. Keempat, ucapan itu tidak diikuti oleh syarat yang membatalkan. 

    Apabila semua persyaratan diatas dapat terpenuhi maka penguasaan atas tanah wakaf bagi penerima wakaf adalah sah. Pewakaf tidak dapat lagi menarik balik pemilikan harta itu telah berpindah kepada Allah dan penguasaan harta tersebut adalah orang yang menerima wakaf secara umum ia dianggap pemiliknya tapi bersifat ghaira tammah.

    Keistimewaan Wakaf
    Wakaf merupakan salah satu amalan ibadah yang termasuk istimewa, hal ini karena pahala waqaf akan terus mengalir walaupun kita telah meninggal dunia. 
    Berbeda dengan amalan-amalan seperti shalat, zakat, puasa, Haji dll yang pahalanya akan terputus ketika kita meninggal dunia. 
    Keterangan ini berdasarkan hadist Rasulullah SAW. 

    “Jika seorang manusia meninggal dunia, maka terputuslah amal perbuatannya, kecuali tiga hal; sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak shaleh yang selalu mendoakannya. [HR. muslim, Imam Abu Dawud, dan Nasa’iy] 

    Menurut jumhur ulama; sedekah jariyah dalam wujud waqaf.
    Pahalanya bisa diatasnamakan orang lain. 

    “Dari sahabat Fadhl datang kepada Rasulullah dan bertanya “ibuku meninggal dunia dan aku bermaksud ingin melakukan amal kebaikan baginya, apakah pahalanya akan bermanfaat buat ibuku? ” Rasulullah menjawab,    ” buatlah sumur umum dan niatkan pahalanya kepada ibumu.

    Macam – Macam Puasa Yang di Haramkan

    1. ‘Idain ( Idul Fitri dan Idul Adha )
    Nabi saw melarang umat islam puasa pada dua hari raya, baik idul fitri ( 1 Syawal ) maupun idul adha ( 10
    Dzulhijjah ).

    2. Hari Tasyrik ( tanggal 11, 12 da 13 Dzulhijjah )
    Diharamkan puasa pada hari tasyrik.

    3. Puasa Sepanjang Masa ( terus menerus )
    Diharamkan melakukan puasa secara terus menerus sepanjang masa. Nabi saw bersabda :
    ” Tidaklah berarti puasa orang yang berpuasa sepanjang masa “. (diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim dan Ahmad )

    4. Mengkhususkan Puasa Pada Hari Jum’at
    Larangan puasa dihari Jum’at bersifat nakruh. tapi bila sudah melakukan puasa sehari sebelumnya atau akan
    melakukan puasa sehari sesudahnya maka hal itu diperbolehkan.
    Nabi bersabda :
    ” Sesungguhnya hari jum’at itu adalah hari raya kalian, oleh karena itu janganlah kalian berpuasa sebelum atau
    sesudahnya “. ( diriwayatkan oleh Bazzar ).

    5. Puasa Istri Yang Tidak Mendapatkan Ijin Suami Kecuali Puasa Ramadhan
    Seorang istri yang berpuasa sunnah padahal dia tidak mendapatkan ijin dari suaminya maka puasanya tidak sah dan hukumnya haram.

    6. Puasa Dalam Keadaan Kepayahan dan Memaksakan Diri
    Islam melarang berpuasa dalam keadaan kepayahan dan memaksakan diri.

    7. Puasa Dengan Niat Dan Tujuan Yang Tidak Di Syariatkan
    Puasa yang dilakukan dengan niat dan tujuan yang tidak disyari’atkan hukumnya haram, seperti mogok makan,
    puasa ngebleng ( sehari semalam ), puasa untuk mencari kesaktian, diet yang membahayakan kesehatan.

    Macam-Macam Puasa Makruh yang Berpahala Bila Tidak Dikerjakan

    Puasa makruh adalah puasa yang berpahala bila ditinggalkan, sedang bila dikerjakan maka tidak berpahala dan tidak pula berdosa. Sesungguhnya manusia adalah hamba Allah Ta'ala. Dia wajib menyembahNya sebagaimana yang Dia kehendaki. Seperti halnya puasa, berbuka pun merupakan ibadah kepada-Nya. Manusia tidak boleh membantah ataupun menentang-Nya. Apapun yang Allah wajibkan, hendaklah ia mengatakan: "Kami dengar dan kami taat. Ampunilah kami ya Tuhan kami, dan kepada Engkaulah tempat kembali." 

    Di antara macam-macam puasa yang makruh untuk dilaksanakan adalah : 

    1. Puasa hari Jum'at secara tersendiri: 

    Adapun dalilnya ialah hadits riwayat al-Bukhari (1884) dan Muslim (1144), bahwa Nabi SAW bersabda:

     لاَ يََصُمْْ اََحَدُكُمْ يَوْمَ الْجُمْعَةِ اِلاَّ اَنْ يََصُوْْ مَ قَبْلَهُ اَوْيَصُوْمَ بَعْدَهُ٠ 

    Artinya: "Jangan hendaknya seorang dari kamu sekalian berpuasa pada hari Jum’ at, kecuali bila berpuasa pula hari sebelumnya, atau berpuasa hari sesudahnya." 

    2. Puasa hari Sabtu secara tersendiri: 

    Dalilnya ialah hadits riwayat at-Tirmidzi (744) dia katakan hadits ini hasan, bahwa Nabi SAW bersabda:

     لاَ تَصُوْمُوْا يَوْمَ السَّبْتِ اِلاَّ فِيْمَا افْتَرَضَ اﷲُ عَلَيْكُمْ 

    Artinya: "Janganlah kamu berpuasa pada hari Sabtu, selain puasa yang Allah wajibkan kepadamu." 

     Begitu pula kata para ulama', berpuasa pada hari Ahad secara tersendiri adalah makruh, karena umat Yahudi mengagungkan hari Sabtu, sedang umat Nasrani mengagungkan Ahad. Lain halnya, bila hari Sabtu dan Ahad sekaligus dipuasai, itu tidak makruh, karena masing-masing dari kedua umat itu tidak mengagungkan keduanya bersama-sama. 

    Ahmad (6:324) meriwayatkan, bahwa Nabi SAW berpuasa pada hari Sabtu dan hari Ahad lebih sering daripada yang beliau lakukan pada hari-hari lainnya. Beliau mengatakan:

     اِنَّهُمَا يَوْمَا عِيْدِ الْمُشْرِكِيْنَ ٬ فَاَنَا اُحِبُّ اَنْ اُخَالِفَهُمْ٠ 

    Artinya: "Sesungguhnya Sabtu dan Ahad adalah hari raya kaum musyrikin. Maka, saya ingin berbeda dengan mereka." 

    3. Puasa sepanjang tahun. 

    Makruhnya puasa sepanjang tahun adalah khusus bagi orang yang khawatir mendapat bahaya, atau melalaikan hak orang lain: Al-Bukhari (1867) meriwayatkan: 

    Artinya: "Bahwasanya Nabi SA W telah mempersaudarakan antara Salman dan Abu Darda'. (Suatu saat) Salman berkunjung kepada Abu Dar- da'. Maka dilihatnya Ummu Darda' (isteri Abu Darda') berpakaian kumal, maka Salman bertanya kepadanya, "Kenapa engkau?" 

    Maka jawabnya: "Saudaramu, Abu Darda' tidak bergairah lagi kepada dunia." 

    "Hai Abu Darda'," kata Salman kepadanya, "sesungguhnya Tuhanmu mempunyai hak yang wajib kamu tunaikan, keluargamu mempunyai hak yang wajib pula kamu tunaikan, dan dirimu pun mempunyai hak yang wajib kamu tunaikan. Maka, berilah hak kepada tiap-tiap yang berhak menerimanya. " 

    Lalu, Abu Darda' menceritakan kepada Nabi SAW apa yang dikatakan oleh Salman itu. Maka sabda Nabi SA W: "Salman benar." 

    Adapun bagi orang yang merasa takkan mendapat bahaya akibat puasa sepanjang tahun, dan takkan melalaikan karenanya hak seseorang, maka puasa seperti itu tidak makruh, bahkan mustahab baginya, karena puasa termasuk ibadat yang paling utama.